Updates.
PENGUSAHA - Di jagat bisnis yang penuh gemerlap, nama Bernard Arnault bersinar terang sebagai sosok visioner. Bukan sekadar ketua dan CEO LVMH (Louis Vuitton Moët Hennessey), ia adalah arsitek utama di balik kerajaan barang mewah terbesar di dunia. Dengan kekayaan bersih yang menembus angka 100 miliar dolar AS, Arnault bukan hanya mendominasi Eropa sebagai orang terkaya, tetapi juga menempatkan dirinya di jajaran elit dunia.
Namun, jalan menuju puncak kesuksesan itu tak pernah mulus. Lahir di Roubaix, Prancis, pada 5 Maret 1949, Arnault memulai perjalanannya bukan sebagai penguasa mode, melainkan sebagai seorang insinyur properti di perusahaan teknik sipil milik keluarganya. Ambisinya membentang lebih luas dari sekadar konstruksi; ia memimpikan sebuah imperium yang berakar di Prancis namun menjangkau pasar global.
Tahun 1984 menjadi titik balik krusial. Dengan keberanian dan ketajaman strategi, Arnault mengambil langkah berani untuk mengakuisisi konglomerat tekstil dan ritel Boussac yang tengah terpuruk. Di balik aset-aset yang bermasalah, tersembunyi sebuah 'permata' yang telah lama diincarnya: Christian Dior. Menggunakan dana pribadi dan pinjaman, ia berhasil menguasai Boussac, kemudian memfokuskan bisnis pada Dior dan toko ritel mewah Le Bon Marché.
Strategi Arnault kerap kali diwarnai ketegasan. Ia tak ragu memecat ribuan pekerja demi menyehatkan perusahaan, yang memberikannya julukan 'Terminator' dari para kritikus. Namun, baginya, fokus utama adalah mengembalikan profitabilitas dan menjaga reputasi merek ikonik seperti Dior. Ia bahkan berani merekrut desainer internasional ternama untuk memberikan sentuhan inovatif pada rumah mode legendaris tersebut.
Puncak kejayaan industri mode diraihnya pada April 2018, ketika ia melampaui Amancio Ortega, pemilik Zara. Bahkan, pada Desember 2019 dan Januari 2020, Arnault sempat menduduki takhta orang terkaya di dunia, mengungguli Jeff Bezos. Meski bergelimang harta, ia tetap aktif dalam berbagai kegiatan amal mewah, menunjukkan sisi lain dari seorang pengusaha ulung.
Perjalanan Arnault semakin gemilang ketika ia memanfaatkan dana hasil penjualan sebagian besar aset Boussac untuk berinvestasi di grup LVMH yang baru terbentuk pada 1987. Langkah ini memicu salah satu 'pertempuran bisnis' paling sengit di Eropa, di mana Arnault akhirnya keluar sebagai pemegang saham pengendali.
Di bawah kepemimpinannya, LVMH tak hanya berhenti pada Dior dan Louis Vuitton. Ia terus memperluas kerajaan bisnisnya dengan mengakuisisi berbagai merek mewah ternama di sektor jam tangan, kosmetik, hingga minuman beralkohol. Ekspansi global pun tak luput dari perhatiannya, merambah pasar Asia, Amerika Selatan, dan Australia.
Selama lebih dari tiga dekade, LVMH di bawah Arnault terbukti tangguh menghadapi berbagai krisis. Pendapatan raksasa barang mewah ini terus meroket, terbukti dari catatan pendapatan €86, 2 miliar pada tahun 2023. Bahkan pasca pandemi, penjualan LVMH menunjukkan pemulihan luar biasa, didukung oleh akuisisi strategis seperti Tiffany & Co.
Kekayaan Bernard Arnault per September 2024 diperkirakan mencapai 177 miliar dolar AS, menempatkannya kembali di jajaran lima besar orang terkaya di dunia. Kiprahnya membuktikan bahwa keberanian bermimpi, ketegasan dalam mengambil keputusan, serta semangat adaptasi adalah kunci utama untuk menaklukkan puncak kesuksesan, bahkan di industri yang paling kompetitif sekalipun. (PERS)
