Cegah Keracunan dan Berburu Rente, Prof. Agus Sartono: MBG Sebaiknya Diserahkan ke Kantin Sekolah

    Cegah Keracunan dan Berburu Rente, Prof. Agus Sartono: MBG Sebaiknya Diserahkan ke Kantin Sekolah
    Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A., Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM

    YOGYAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan dengan niat mulia untuk meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia, kini justru menuai sorotan tajam. Setelah sepuluh bulan berjalan, program ini belum menunjukkan hasil optimal, bahkan diwarnai berbagai permasalahan serius. Alih-alih memberikan makanan yang variatif dan bergizi, banyak laporan menyebutkan makanan yang disajikan justru monoton dan tak memenuhi standar gizi. Puncaknya, ratusan siswa di berbagai daerah dilaporkan mengalami keracunan, bahkan beberapa nyawa tak terselamatkan akibat mengonsumsi makanan yang diduga basi.

    Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A., Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM, mengakui bahwa ide dasar MBG sejatinya sangat baik. Ia membandingkan dengan pengalaman negara maju, di mana program serupa terbukti memberikan banyak manfaat. Pertama, program ini bertujuan fundamental memperbaiki asupan gizi anak pada masa pertumbuhan krusial. Kedua, MBG berpotensi membangun kohesi sosial dengan menyajikan makanan yang sama untuk semua anak, menumbuhkan empati dan kepedulian. Ketiga, program ini dapat menjadi sarana edukasi kedisiplinan dalam mengantri, menjaga kebersihan, serta menumbuhkan sikap bertanggung jawab dalam mengambil dan menghabiskan makanan.

    Lebih lanjut, Agus Sartono memaparkan bahwa MBG juga diharapkan memberikan efek berganda pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan sosial, menciptakan lapangan kerja, dan bahkan mencegah urbanisasi. Namun, ia menekankan bahwa tantangan terbesar bukan terletak pada ide besar itu sendiri, melainkan pada mekanisme implementasinya. "Persoalan muncul bukan pada ide besar, tetapi pada delivery mechanism sehingga belakangan ini muncul pandangan negatif dan berbagai kasus keracunan muncul, " ujar Agus Sartono, Jumat (3/10/2025).

    Besarnya skala program ini memang tidak main-main. Dengan sasaran mencapai 55, 1 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk sekolah inklusi dan pesantren, serta anggaran sekitar Rp 15 ribu per siswa, total dana yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp 247, 95 triliun. Angka ini jauh melampaui dana desa dan bahkan menjadi bagian signifikan dari total anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah. Agus Sartono melihat potensi besar dana ini untuk mendongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi, namun ia kembali menegaskan bahwa permasalahan utama tetap pada cara penyaluran dan pelaksanaannya.

    Ia mempertanyakan mengapa MBG tidak memanfaatkan mekanisme yang sudah ada, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan sosial lainnya yang sudah terbukti menyasar keluarga kurang mampu. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Agus Sartono berpendapat bahwa daerah memiliki kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar kewenangan tersebut dimaksimalkan dengan Badan Gizi Nasional (BGN) hanya berperan sebagai unit monitoring. Pemberdayaan pemerintah daerah, menurutnya, akan menjamin koordinasi yang lebih baik dan meningkatkan tingkat keberhasilan program.

    Mengambil pelajaran dari praktik baik di negara maju, Agus Sartono menyarankan agar MBG dilaksanakan melalui kantin sekolah. Pendekatan ini dinilainya lebih efektif karena makanan dapat disajikan segar, menghindari risiko basi, dan lebih mudah dikontrol. Skala yang lebih kecil dan terkelola dengan baik oleh sekolah bersama komite sekolah, menurutnya, sangat memungkinkan. Implementasi melalui kantin sekolah juga akan membuka peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar sekolah untuk memasok bahan baku, menciptakan sirkulasi ekonomi yang sehat, dan memastikan dana Rp 15 ribu per porsi benar-benar tersalurkan sebagaimana mestinya, bukan hanya sekitar Rp 7.000 seperti yang dilaporkan terjadi saat ini.

    Alternatif lain yang diusulkan adalah memberikan dana secara tunai langsung kepada siswa. Dengan melibatkan orang tua dalam menyiapkan bekal, pendekatan ini tidak hanya menekan praktik pemburu rente, tetapi juga dipercaya lebih efektif. BGN hanya perlu menyusun panduan teknis dan melakukan pengawasan, sementara guru di sekolah dapat memberikan peringatan jika siswa tidak membawa bekal. Agus Sartono meyakini bahwa cara ini, serupa dengan penyaluran KIP atau BOS, akan mampu menekan kebocoran dana dan menghilangkan keuntungan tak wajar para pemburu rente.

    Agus Sartono menyoroti bahwa masalah keracunan MBG saat ini merupakan akibat dari rantai penyaluran yang terlalu panjang. Penyaluran melalui Satuan Pendidikan Pelaksana Gizi (SPPG) dinilai hanya menguntungkan pengusaha besar. Ia menyayangkan jika unit cost Rp 15.000 per porsi hanya menyisakan Rp 7.000 untuk makanan sebenarnya. Keuntungan besar yang diraup oleh pengusaha besar dari program mulia ini membuatnya prihatin. Ia menghitung potensi keuntungan fantastis yang bisa diperoleh, bahkan hingga Rp 1, 8 miliar per tahun per penyedia layanan.

    "Jika margin per porsi diambil 2.000 rupiah dan satu SPG melayani 3.000 rupiah porsi, maka per bulan keuntungan yang diperoleh sebesar 150 juta rupiah atau 1, 8 M rupiah per tahun. Secara nasional margin 2.000 rupiah dari 15.000 rupiah atau sekitar 13 persen merupakan suatu jumlah yang besar, " paparnya. Agus sartono menutup dengan ajakan untuk segera memperpendek rantai distribusi MBG, menghilangkan praktik kotor pemburu rente, dan memastikan program ini benar-benar memberikan manfaat nyata berupa makanan bergizi gratis bagi seluruh siswa. (PERS)

    mbg gizi anak keracunan implementasi program pendidikan umkm pengawasan korupsi anggaran orang tua agus sartono
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Yayasan Trisakti: Kampus Milik Masyarakat,...

    Artikel Berikutnya

    Richard Mille: Sang Maestro Jam Tangan Mewah...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Polwan Polda Sumbar Pulihkan Trauma Anak-Anak Korban Banjir Lewat Kegiatan Ceria di Mushalla Nurul Jadid
    Polda Sumbar Terima Bantuan Mobil Pendingin dari Pemprov Sumbar untuk Percepatan Penanganan Korban Bencana
    Ditreskrimsus Polda Sumbar Distribusikan Bantuan Logistik untuk Anggota dan Warga Terdampak Banjir di Pauh
    Polda Sumbar Gencarkan Trauma Healing untuk Korban Banjir Padang, Fokus Pulihkan Kondisi Psikologis Warga
    Anggota DPRD Agam Apresiasi Kepolisian atas Respons Cepat Tangani Bencana di Salareh Aia

    Ikuti Kami