KUNINGAN - Menyikapi tantangan kekeringan dan tanah yang semakin tandus, 15 mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2025 hadir di Desa Mandapajaya, Kabupaten Kuningan, untuk menggerakkan roda pertanian berkelanjutan. Kegiatan yang berlangsung dari 5 hingga 29 Agustus 2025 ini bukan sekadar proyek akademis, melainkan sebuah upaya nyata menyentuh hati dan kehidupan para petani.
Fokus utama program ini adalah memulihkan kesehatan tanah dan memperkuat ketahanan panen di Dusun Puhun, Kampung Salem. Situasi di sana cukup memprihatinkan, di mana kegagalan tanam pada musim ketiga akibat kekeringan ekstrem menjadi pukulan telak bagi petani. Ditambah lagi, bertahun-tahun penggunaan pupuk dan pestisida kimia tanpa kendali telah membuat tanah menjadi keras, kering, bahkan seperti berkerak, serta tercemar residu berbahaya.
Menghadapi realitas ini, para mahasiswa merancang sebuah strategi komprehensif yang menyentuh empat pilar penting: revitalisasi tanah, diversifikasi tanaman, pengendalian hama secara alami, dan manajemen limbah pertanian yang bijak. Mereka tak hanya datang dengan teori, namun langsung beraksi.
Untuk mengembalikan kesuburan dan kegemburan tanah, tim KKN ITB tak ragu turun tangan memproduksi dan melatih warga dalam membuat pupuk organik padat sebanyak 45 kg dan pupuk organik cair 24 liter. Pupuk padat ini bagaikan nutrisi jangka panjang bagi tanah, sementara pupuk cair menjadi suplemen cepat saji yang disemprotkan langsung ke tanaman, memberikannya dorongan energi.
Teknologi biochar menjadi salah satu inovasi unggulan yang diperkenalkan. Tiga unit tungku pembakaran yang mereka modifikasi mampu mengubah limbah pertanian kering seperti sekam padi dan sabut kelapa menjadi arang aktif. Biochar ini memiliki kemampuan luar biasa dalam menyuburkan sekaligus menjaga kelembapan tanah. Tiga tungku tersebut kini menjadi aset komunal yang ditempatkan di setiap RT di Kampung Salem, siap dimanfaatkan oleh seluruh warga.
Masalah hama pun tak luput dari perhatian. Sebanyak 9 liter biopestisida, ramuan ajaib yang terbuat dari bahan alami seperti daun pepaya, bawang putih, dan bawang merah, berhasil diproduksi dan disosialisasikan. Solusi ini menawarkan alternatif yang lebih ekonomis, mudah dibuat, dan tentu saja, ramah lingkungan dibandingkan pestisida kimia yang menguras kantong dan merusak alam. Upaya ini diperkuat dengan penanaman tanaman refugia di sekeliling area sawah, yang berfungsi sebagai benteng pertahanan alami untuk mengusir hama dari tanaman utama.
Mengatasi masalah kekeringan, program ini juga mendorong diversifikasi tanaman dengan memperkenalkan budidaya jagung dan talas. Kedua komoditas ini dikenal tidak membutuhkan banyak air, sehingga sangat cocok dengan kondisi Desa Mandapajaya. Lebih istimewanya lagi, program ini melibatkan Kelompok Wanita Tani, memberikan ruang lebih bagi perempuan untuk berkontribusi aktif dalam mewujudkan ketahanan pangan desa.
Najwa Rumondang Nasution, Ketua Kelompok 13 KKN ITB 2025, berbagi pandangannya. Ia mengakui bahwa tantangan terbesar bukanlah pada sisi teknis program, melainkan pada dinamika sosial yang harus dihadapi. "Tantangan terbesar adalah menyelaraskan ritme kehidupan kami sebagai mahasiswa dengan jadwal dan kebiasaan masyarakat. Kami belajar untuk fleksibel dan mendengarkan, agar program yang kami tawarkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan waktu masyarakat, " ungkap Najwa.
Respons dari masyarakat Desa Mandapajaya sangatlah positif. Sebanyak 13 kelompok tani, yang masing-masing beranggotakan 17 hingga 30 orang, serta 150 Kepala Keluarga di Dusun Puhun merasakan langsung manfaat dari program ini. "Masyarakat sangat antusias dan menganggap kami seperti keluarga. Karena kami satu-satunya kelompok bertema pertanian, mereka merasa program kami sangat relevan dan dibutuhkan, " tambah Najwa.
Selain program inti, kedekatan dengan masyarakat terjalin erat melalui berbagai kegiatan. Mulai dari menanam kangkung dalam pot botol bekas bersama 45 siswa SD, mengadakan pengajian rutin bersama ibu-ibu dan anak-anak TPQ, hingga turut serta memeriahkan perayaan 17 Agustus yang penuh semangat.
Bagi Najwa dan timnya, pengalaman KKN ini memberikan pelajaran berharga tentang makna kehidupan yang sederhana dan pentingnya memahami masyarakat secara mendalam. Ia menyimpan harapan besar agar ilmu dan teknologi yang telah diperkenalkan dapat terus berkembang, bahkan setelah program KKN usai. "Mungkin yang kami lakukan masih dalam skala kecil, berawal dari kelompok-kelompok tani. Harapan kami, ilmu ini bisa terus menyebar dari mulut ke mulut, dan alat seperti tungku biochar bisa menjadi contoh agar masyarakat dapat membuatnya sendiri. Semoga tanah di sini menjadi lebih sehat, hasil panen melimpah, dan pertanian di Desa Mandapajaya bisa lebih maju dan berkelanjutan ke depannya, " pungkas Najwa dengan penuh optimisme. (PERS)

Updates.