JAKARTA - Lembaga Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka tabir dugaan rasuah di balik kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT Loco Montrado. Kali ini, mantan Direktur Utama PT Antam, Arie Prabowo Ariotedjo (APA), dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan yang sedang bergulir.
Panggilan ini merupakan kelanjutan dari upaya KPK untuk mengurai benang kusut kasus yang diduga merugikan negara. "KPK menjadwalkan pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi pada kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT Loco Montrado, " ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (14/10/2025).
Tak sendirian, Arie Prabowo Ariotedjo akan didampingi sejumlah nama lain yang juga memiliki peran dalam alur bisnis di PT Antam. Di antaranya adalah Agus Zamzam Jamaluddin, yang pernah menjabat sebagai Direktur Operasi PT Antam Tbk periode Maret 2015 hingga Mei 2017. Selain itu, hadir pula Ariyanto Budi Santoso, seorang Pegawai BUMN yang kini menjabat sebagai Business Management Lead Specialist PT Aneka Tambang, Tbk, dan sebelumnya pernah menduduki posisi Vice President Operation UBPP LM PT Aneka Tambang, Tbk pada tahun 2017. Arum Rachmanti, selaku Product Inventory Control Work Unit Head UBPP LM PT Antam, Tbk, juga turut dipanggil.
Kasus ini sendiri telah menempatkan Direktur Utama PT Loco Montrado, Siman Bahar (SB), sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperkuat dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keputusan KPK ini bukanlah tanpa dasar kuat, sebab pada tahun 2025, lembaga antirasuah ini berhasil menyita uang tunai senilai Rp 100, 7 miliar dari tangan Siman Bahar. Dana tersebut diduga kuat merupakan hasil dari praktik korupsi yang dilakukannya.
Sebelum terungkapnya kasus Siman Bahar, KPK sejatinya sudah lebih dulu menindak mantan pejabat Antam lainnya, yakni Dody Martimbang. Perjuangan hukum terhadap Dody telah menemui titik akhir dengan vonis 6, 5 tahun penjara atas kasus korupsi yang sama, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 100, 7 miliar. Peristiwa ini tentu menyisakan keprihatinan mendalam, bagaimana aset negara bisa tergerus oleh praktik-praktik yang tidak bertanggung jawab. (PERS)

Updates.