SURABAYA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini mengungkap sebuah praktik curang yang dilakukan oleh sejumlah importir untuk menghindari kewajiban pajak. Modus operandi yang digunakan adalah praktik under invoicing, sebuah tindakan ilegal yang sangat merugikan penerimaan negara.
Temuan mengejutkan ini didapatkan Purbaya saat melakukan kunjungan langsung ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Tanjung Perak dan Kantor Balai Laboratorium Bea Cukai (KBLBC) Kelas II Surabaya pada Selasa (11/11). Di sanalah ia menyaksikan sendiri bagaimana importir berupaya memanipulasi nilai barang yang masuk ke Indonesia.
Secara sederhana, under invoicing adalah praktik di mana importir sengaja menyatakan nilai barang dalam faktur impor jauh lebih rendah dari harga sebenarnya. Tujuannya jelas: agar beban pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih kecil.
Dalam kunjungannya, Purbaya tidak hanya melihat, namun juga memeriksa langsung harga barang-barang yang dicurigai telah melalui praktik under invoicing. Salah satu temuan yang paling mencolok adalah sebuah kontainer berisi barang yang diduga kuat telah dimanipulasi harganya.
Purbaya mengungkapkan betapa mirisnya melihat perbedaan harga tersebut. Barang yang seharusnya bernilai Rp 50 juta, dalam faktur impor hanya dicantumkan seharga Rp 100 ribuan. Padahal, dari satu kontainer saja, pemerintah berpotensi kehilangan potensi pendapatan pajak sekitar Rp 220 juta.
"Jadi dari situ dapat, kita dapat tax import tambahan Rp 220 juta kalau nggak salah dari satu-satu kontainer itu. Nanti yang lain akan kita diperiksa juga dengan dikenakan hal yang sama, lumayan lah. Dapat income tambahan, itu ada banyak kontainer ya, " ungkap Purbaya kepada wartawan dalam konferensi persnya di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat kemarin.
Menariknya, Purbaya mengakui bahwa kunjungannya siang hari mungkin bukanlah waktu yang paling strategis. Ia mendengar kabar bahwa aktivitas bongkar muat barang impor ilegal justru lebih ramai pada malam hari di Pelabuhan Tanjung Perak maupun Semarang.
"Katanya kalau di Tanjung Perak tuh malam-malam ramainya. Semarang juga malam-malam. Kita datang ke siang, kita salah ya? Tapi siang datang saja sudah dapat satu (kontainer) tuh. Katanya mereka salah perhitungan, mereka kasih yang sudah rapi, satu jenis barang supaya kalau dihitung jumlahnya pas. Tapi mereka enggak duga saya lihat harga. Dia pikir saya bodoh ya, agak pinter sedikit lah, " ujarnya dengan nada sedikit geli.
Menanggapi temuan ini, Purbaya langsung memerintahkan jajarannya di Bea Cukai untuk segera menindaklanjuti. Ia meminta agar pihak Bea Cukai menyampaikan temuan tersebut kepada pihak terkait dan segera menagih seluruh pajak yang seharusnya dibayarkan dari praktik under invoicing ini.
Lebih lanjut, Purbaya menegaskan akan memantau secara ketat perusahaan yang terbukti melakukan praktik ilegal ini. Jika kesalahan yang sama terulang, ia tidak akan ragu untuk mencabut izin impor perusahaan tersebut. Ia juga menyebut bahwa pelaku yang teridentifikasi sejauh ini adalah perusahaan besar yang relatif mudah untuk dilacak.
"Kalau melakukan hal yang sama, saya akan larang impor dari perusahaan itu. Perusahaan gede kan gampang deteksinya. Anda pernah dengar namanya di dunia persilatan, " pungkasnya dengan tegas.
Sebagai informasi tambahan, Purbaya menemukan contoh konkret berupa mesin yang dicantumkan harganya hanya sebesar US$ 7 atau setara Rp 117.040 (menggunakan kurs Rp 16.720/US$). Angka ini sungguh kontras dengan harga yang ia temukan di marketplace yang mencapai Rp 40-50 juta.
Temuan ini ia bagikan melalui video di akun TikTok resminya, @purbayayudhis, yang kemudian dikutip pada Kamis (13/11/2025). (PERS)

Updates.