JAKARTA - Sebuah terobosan monumental dalam pengelolaan lingkungan hidup Indonesia telah hadir. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dengan bangga mengungkap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Aturan ini bukan sekadar dokumen, melainkan sebuah manifesto perubahan, sebuah langkah nyata yang saya rasakan membawa optimisme baru bagi masa depan bangsa.
Perpres yang ditandangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober lalu ini, menandai pergeseran paradigma yang signifikan. Kita tidak lagi memandang sampah sebagai masalah yang tak terpecahkan, melainkan sebagai potensi sumber daya yang luar biasa.
"Penanganan sampah menjadi energi terbarukan ini merupakan langkah nyata menuju transformasi sistem pengelolaan sampah nasional yang berbasis teknologi ramah lingkungan, " ujar Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif menjawab pertanyaan dari Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Hanif melanjutkan, fokus utamanya adalah memastikan setiap timbulan sampah di daerah dapat diolah dengan standar lingkungan terbaik. "Kita ingin memastikan timbulan sampah di daerah dapat diolah sesuai dengan kaidah lingkungan yang baik dan energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari energi bersih, sehingga yang masuk ke tempat pemrosesan akhir (TPA) nanti adalah hanya residu, " tambahnya. Ini adalah visi yang sangat saya dukung, meminimalkan dampak negatif sampah dan memaksimalkan manfaatnya.
Perpres ini hadir untuk menjawab kegelisahan kita bersama mengenai kedaruratan sampah nasional yang selama ini menjadi momok pencemaran, perusak lingkungan, bahkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Kini, sampah bukan lagi sekadar beban, tetapi menjadi 'emas hitam' yang bisa diubah menjadi energi listrik, biogas, biofuel, bahan bakar minyak terbarukan, dan berbagai produk bermanfaat lainnya, tentu saja dengan teknologi yang aman bagi bumi kita.
Perbedaan signifikan dengan aturan sebelumnya, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, terlihat jelas. Kini, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) diperluas jangkauannya ke seluruh daerah yang memenuhi kriteria. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah sampah secara merata.
Lebih menarik lagi, Perpres ini juga memperkuat peran Danantara dalam pembangunan Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), termasuk dukungan investasi dan pemilihan mitra pengembang. Ini adalah sinyal positif bagi para investor untuk turut serta membangun ekosistem energi bersih di Indonesia.
Untuk mempercepat realisasi, Perpres 109/2025 menawarkan terobosan dalam perizinan dan mekanisme pendanaan. Efisiensi dan keberlanjutan proyek menjadi prioritas utama. Pemerintah pun memberikan jaminan kepastian investasi dengan penetapan tarif listrik tetap sebesar 0, 20 dolar AS per kWh selama 30 tahun, serta kewajiban PT PLN untuk membeli listrik hasil olahan sampah. Skema ini tentu sangat menggugah semangat investor dan memperkuat fondasi keberlanjutan PLTSa, menjadikannya pilar penting dalam transisi energi bersih nasional.
Tentu saja, kesuksesan program ini tidak lepas dari peran pemerintah daerah. Mereka memiliki dua tugas krusial: menyiapkan lahan dan memastikan pasokan serta pengangkutan sampah ke instalasi PSEL berjalan lancar dan berkelanjutan. Kolaborasi ini adalah kunci.
"Perpres 109 Tahun 2025 adalah wujud komitmen pemerintah dalam memastikan pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan. Melalui kolaborasi lintas kementerian, dukungan investasi hijau, serta partisipasi aktif pemerintah daerah, kita menata arah baru menuju Indonesia yang bersih, sehat, dan berkelanjutan, " tutup Menteri Hanif Faisol Nurofiq. Pernyataan ini memberikan harapan besar, sebuah janji masa depan yang kita nantikan bersama. (PERS)

Updates.