JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mengambil langkah terobosan dalam mewujudkan pendidikan tinggi yang benar-benar merangkul semua kalangan. Kebijakan sertifikasi dosen kini dirancang agar lebih ramah disabilitas, membuka pintu lebar bagi para pendidik berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pengakuan profesional.
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Nomor 53/B/KPT/2025 secara resmi menghapus persyaratan Tes Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) dan Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) dalam proses sertifikasi dosen. Sebagai gantinya, penilaian akan difokuskan pada portofolio dan unjuk kerja tri darma dosen yang sesungguhnya. Langkah strategis ini diharapkan tidak hanya memperluas akses, tetapi juga memperkuat fondasi keadilan dan memastikan sertifikasi dosen benar-benar mengakomodir keberagaman, termasuk bagi dosen penyandang disabilitas.
Para dosen menyambut baik perubahan fundamental ini. Risma Wira Bharata dari Universitas Tidar mengungkapkan apresiasinya, "Disabilitas itu sangat banyak ragamnya. Mudah-mudahan kebijakan ini dapat mendorong semangat dan memberikan motivasi teman-teman disabilitas untuk mengajak teman-teman disabilitas yang lain untuk mengenyam pendidikan, sehingga perguruan tinggi bisa lebih inklusif, " ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Senada, Nindawi dari Politeknik Negeri Madura merasakan sentuhan perubahan yang berarti. "Dengan kebijakan baru ini kami merasa disentuh, merasa ada. Ini adalah amanah untuk ke depannya kami bisa berjuang demi profesionalisme tenaga kependidikan (tendik) dan dosen. Semoga amanah dan bantuan yang diberikan ini bisa meningkatkan bakti kami kepada negara, " tuturnya.
Direktur Sumber Daya Kemdiktisaintek, Sri Suning Kusumawardani, menegaskan bahwa pelaksanaan sertifikasi dosen (serdos) tahun ini bukan sekadar capaian administratif. Ini adalah cerminan komitmen mendalam Kemdiktisaintek terhadap kesejahteraan dan profesionalisme seluruh dosen.
"Kami selalu memantau peserta serdos, termasuk teman-teman disabilitas, hingga proses selesai. Kebijakan ini diharapkan sudah menyentuh aspek inklusif dan sudah tepat, sehingga dengan ini kita dapat memajukan pendidikan Indonesia bersama, " jelasnya.
Sri Suning menambahkan bahwa arah kebijakan baru ini sejalan dengan visi pemerintah menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih setara dan humanis. Pihaknya berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan sertifikasi dosen yang adaptif dan berkeadilan. Rencana ke depan mencakup pelibatan organisasi disabilitas dalam proses evaluasi, perluasan fitur aksesibilitas pada Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (Sister), serta penyelenggaraan pelatihan kesadaran inklusif bagi perguruan tinggi.
"Kita akan melanjutkan kebijakan yang sudah mengarah ke inklusif, meskipun mungkin belum seratus persen. Mudah-mudahan menjadi satu jalan untuk kita bersama membangun pendidikan tinggi Indonesia menjadi lebih baik. Dengan keberadaan teman-teman disabilitas bersama kami, kita bisa saling menguatkan satu sama lain, " pungkas Sri Suning Kusumawardani. (PERS)

Updates.