JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memberikan petunjuk mengenai identitas tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama untuk periode 2023–2024. Isyarat ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, yang menegaskan komitmen lembaganya untuk mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab.
"Semuanya akan kami update (beri tahu, red.) dan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti, termasuk pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Artinya adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses diskresi ini yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara, " ujar Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Lebih lanjut, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa KPK juga akan merinci pihak-pihak yang terlibat dalam praktik jual beli kuota haji khusus, khususnya yang berasal dari kuota tambahan tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi. Langkah ini diambil demi transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan ibadah haji yang merupakan momen sakral bagi umat Islam.
Sebelumnya, KPK secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan kasus ini pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya melakukan permintaan keterangan kepada mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025. Pada tahap awal penyelidikan, KPK juga tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung secara cermat potensi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan oleh praktik korupsi ini.
Perhitungan awal kerugian negara dalam kasus ini, yang diumumkan KPK pada 11 Agustus 2025, diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun. Sebagai langkah pencegahan, KPK juga telah menerbitkan surat pencegahan perjalanan ke luar negeri terhadap tiga orang, salah satunya adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dugaan keterlibatan berbagai pihak semakin mengemuka, dengan KPK mengindikasikan pada 18 September 2025 bahwa sekitar 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji mungkin terkait dengan kasus ini. Hal ini sejalan dengan temuan Pansus Angket Haji DPR RI yang juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.
Sorotan utama dari pansus adalah terkait pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi. Keputusan Kementerian Agama untuk membagi rata kuota tambahan, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, dinilai tidak sesuai dengan amanat Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Undang-undang tersebut mengatur alokasi kuota haji khusus sebesar delapan persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi kuota haji reguler. Perbedaan interpretasi dan pelaksanaan inilah yang diduga menjadi celah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi. (PERS)

Updates.